MUARA TEWEH-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) PT Sapalar Yasa Kartika di kantor DPRD setempat, Senin 6 Oktober 2025.
RDP terkait pembebasan lahan serta dugaan penyerobotan lahan itu dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Barut Henny Rosgiaty Rusly dan diikuti oleh belasan anggota DPRD serta sejumlah pihak terkait.
Ketika RDP dimulai, salah satu anggota DPRD Barut Hasrat langsung menggas pihak perusahaan dengan membawa sejumlah keluhan masyarakat yang merasa dirugikan dari aktivitas pembukaan lahan tanpa izin dan belum terbayarnya ganti rugi.
“Saya miris ketika ada masyarakat dari Lahei yang telepon menangis-nangis karena kebun karetnya sudah digarap oleh perusahaan. Sudah digarap tanpa izin, ganti ruginya pun belum dibayarkan,” kisah Sastra membahasakan keluhan warga kepadanya.
Tak hanya itu, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mencurigai cara perusahaan yang menggarap dahulu lahan warga lalu melakukan komunikasi untuk ganti rugi.
“Lahan sudah ada karet tetapi ganti ruginya tidak seberapa. Jangan-jangan ini cara perusahaan supaya tidak mahal membayar ganti rugi lahan dengan menggarap duluan,” tegasnya.
“Kalau seandainya lahannya belum digarap, saya yakin masyarakat tidak akan mau dibeli dengan harga segitu (Red: 22 juta rupiah), ” ujarnya.
Terhadap persoalan yang dikeluhkan tersebut pihak perusahaan PT Sapalar Yasa Kartika melalui Manager Pembebasan Lahan, Nor Wahyudi mengakui bahwa terkait dengan penggarapan lahan warga sebelum pembebasan dikarenakan erornya sistem GPS yang dimiliki pihak perusahaan.
“Itu karena erornya GPS kita dan kami akui itu,” ujar Nor Wahyudi.
Lebih lanjut terkait dengan tudingan dari DPRD bahwa perusahaan menggarap terlebih dahulu sebagai salah satu cara menekan masyarakat agar menerima dengan harga yang ditentukan, Wahyudi mengatakan pihaknya dalam pembebasan lahan selalu melalui mekanisme komunikasi dan mediasi dengan masyarakat.
“Memang disini tidak ada unsur penekenan tetapi atas dasar kesepakan,” ujarnya
Wahyudi menjelaskan bahwa tanah yang sudah digarap tersebut berada dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU), namun belum dibebaskan.
“Ini didalam HGU dan hanya belum terbebaskan. Hanya terlewat dari batas yang sudah dibayarkan,” terangnya.
Pantauan media ini, RDP berlangsung alot dengan sejumlah sorotan yang dilayangkan oleh beberapa anggota DPRD setempat. (Arnold)
Tidak ada komentar