
PALANGKA RAYA – Majelis Hakim Pengadikan Tindak Pidana Korupsi Palangka Raya menjatuhkan vonis pidana penjara kepada tiga terpidana dalam kasus korupsi perizinan tambang batubara PT Pagun Taka yang merugikan negara hingga Rp 5,84 miliar.
Putusan yang dibacakan dalam sidang agenda pembacaan putusan, Kamis 30 Oktober 2025 itu cukup mengejutkan karena tidak sesuai dengan harapan publik yang kerap muak dengan ti perilaku korupsi.
Dalam putusan yang datanya diperoleh media ini dari Kasi Intel Kejaksaan Negeri Barito Utara Widha Sinulingga diterangkan bahwa Majelis Hakim menjatuhkan hukuman berbeda kepada para terpidana. Iskandar, selaku Direktur PT Pagun Taka, dijatuhi pidana penjara paling berat, yakni 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, dengan subsider 2 bulan kurungan.
Sementara itu, dua orang pejabat publik, Drs. H. Asran, yang merupakan mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi dan Ir. Daud Danda, M.M yang adalah mantan Kepala Bidang Pertambangan, masing-masing dihukum 1 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp 50 juta, dengan subsider 1 bulan kurungan.
Terhadap keputusan tersebut, terdakwa Iskandar masih belum memutuskan upaya hukum selanjutnya ataupun menerima keputusan tersebut. Sementara itu, dua terpidana lainnya yakni H. Asran yang merupakan anggota DPRD Barito Utara dari Partai Golkar dan Daud Danda menerimanya, sedang pihak Kejaksaan selaku penuntut umum mengambil sikap pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus ini berakar pada pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Pagun Taka yang melompati prosedur hukum. Setelah berlakunya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemberian IUP untuk batubara wajib dilakukan melalui mekanisme lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Namun, PT Pagun Taka yang belum pernah mengajukan permohonan kuasa pertambangan sebelum UU tersebut berlaku, justru mendapatkan IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi tanpa lelang. Modusnya adalah dengan memalsukan tanggal pada dokumen permohonan dan Surat Keputusan Bupati.
Dokumen permohonan pencadangan wilayah sengaja dibuat seolah-olah tertanggal 9 Januari 2009, sebelum UU berlaku. SK Bupati tentang persetujuan pencadangan wilayah juga diberi nomor dan tanggal mundur, yakni 10 Januari 2009. Padahal, prosesnya berlangsung pada 2010.
Ini dilakukan untuk “mensiasati” Pasal 112 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 yang memberi pengecualian lelang hanya bagi perusahaan yang pernah mengajukan izin sebelum UU baru.
Dalam dakwaan yang dilansir media ini dari situs resmi pengadilan negeri Palangka Raya juga mengungkap peran mantan Bupati Barito Utara, Ir. H. Achmad Yuliansyah, M.M., yang memberikan arahan lisan kepada jajarannya, termasuk H. Asran dan Daud Danda, untuk memproses permohonan IUP walaupun belum memenuhi persyaratan. Arahan ini kemudian dituangkan dalam memo internal.
Sementara itu, Iskandar selaku pengusaha disebutkan telah mengalirkan dana miliaran rupiah untuk mengurus perizinan, termasuk transfer sebesar Rp 4,1 miliar kepada seorang perantara bernama Bintari Diah Astuti dan Rp 845,3 juta kepada Rahmat Fauzi, seorang staf Dinas Kehutanan yang membantu pengecekan koordinat dan AMDAL. (Arnold/red)
Tidak ada komentar