Pilkada Barut:Krisis Kaderisasi Melanda Parpol

redaksi
21 Jun 2024 22:05
OPINI 0 943
4 menit membaca

Gong Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Utara, Provinsi Kalimantan Tengah sudah mulai digaungkan. Pesta demokrasi lokal lima tahunan itu menjadi momentun setiap insan politik untuk mewujudkan hak-hak politiknya sebagai zoon politicon. Ada yang punya hak untuk dipilih dan juga hak memilih.

Dalam konteks hak untuk dipilih, hari-hari ini yang muncul baru dua bakal calon bupati. Haji Purman Jaya yang akrab disapa Haji Gogo dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Akhmad Gunadi dari partai Demokrat. Keduanya dari partai yang secara administratif memungkinkan untuk mencalonkan sendiri calon bupati dan calon wakil bupati tanpa perlu koalisi. Pertanyaan penulis dan mungkin publik, mana calon bupati dari sejumlah partai lain? Apakah partai politik lain selain PKB dan Demokrat tidak mau berkoalisi untuk mengusulkan calon alternatif lain agar publik disajikan pilihan politik yang bervariasi? Bagaimana kaderisasi dipartai politik untuk menghasilkan pemimpin yang baik di tingkat lokal hingga nasional? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan diatas hanya ketua parpol politik yang tahu. Selebihnya kita hanya bisa menerka, mungkin sekaligus mengelus dada.

Masih tentang Pilkada 2024 di Barito Utara, diatas kertas jumlah kursi dari partai politik selain Demokrat dan PKB ada 15 kursi dari 25 kursi. Dari 15 kursi ini masih dimungkinkan untuk mengusung satu hingga dua bakal calon bupati dan wakil bupati lagi dalam Pilkada Barut 2024. Meskipun belakangan Nasdem sudah merapat ke Akhmad Gunadi Nadalsyah. Ya mereka cepat sekali, meskipun publik tidak tahu apa pertimbangan dibalik layar dan siapa yang mereka sodorkan sebagai wakil. Jika tidak sama sekali, maka partai ini salah satu yang nihil kaderisasi untuk level pemimpin daerah di Barito Utara. Meskipun nanti mereka akan berdalih bahwa ini keputusan dari DPP untuk berkoalisi tanpa syarat.Tentang ini biarkan publik yang akan menilai.

Ya sudahlah Nasdem sudah membangun kerja sama dengan demokrat. Tidak ada yang salah. Benar juga tidak. Akan tetapi, masih tersisa 13 kursi lagi dari Gerindra, PDIP, PAN,PPP, Hanura dan PKS. Keenam partai ini secara aturan bisa mencalonkan dua cabub dan cawabub untuk berlaga dalam Pilkada Barut 2024. Namun, pertanyaannya, apakah ada figur potensial yang mumpuni dan bisa dijagokan dari partai-partai ini? Jika ada, mengapa tidak diajukan? apakah karena tidak memiliki kekuatan financial dan minim modal elektoral? Jika tidak, bagaimana proses kaderisasi diinternal partai-partai ini? Ataukah nanti juga bersekutu dengan dua bakal calon yang muncul saat ini lalu beralasan ini rekomendasi pusat, kalau tidak mau beralasan nihilnya kaderisasi untuk level pemimpin daerah?

Hemat penulis, ada sejumlah kemungkinan yang bisa ditarik dari fenomena ini yakni tidak adanya kaderisasi yang menjadi tugas partai politik. Partai yang seharusnya menjadi tempat lahirnya pemimpin baik skala lokal maupun nasional hampir tidak kelihatan. Alhasil setiap momentun politik baik itu Pilkada maupun Pileg yang muncul adalah figur yang itu-itu saja. Entah dari lingkaran keluarga ketua partai, dan atau dari lingkaran oligarki yang hanya bermodalkan isi tas nihil gagasan. Selain itu, dalam momentum Pileg misalnya, banyak figur eksternal dari sejumlah kalangan direkrut hanya untuk tujuan elektoral partai. Ini tentu sangat disayangkan.

Krisis kaderisasi parpol di Barito Utara dalam konteks Pilkada akan membuat parpol politik membangun gerbong besar politik yang secara tidak langsung mengikis perannya sebagai penyambung lidah rakyat. Oleh adanya koalisi besar sejak Pilkada, maka secara otomatis aspirasi rakyat akan tersandera. Publik pun ditinggal. Ruang DPRD terhormat yang seharusnya menjadi ruang bertengkar gagasan antara legislatif dan eksekutif justru berubah menjadi paduan suara dengan nyanyian lagu setuju.

Diakhir tulisan ini, penulis dan mungkin publik berpesan agar parpol harus memperbaiki kekurangan dan responsif dalam menyajikan aspirasi pemilih ketika menyusun visi, misi, dan program kerja. Misi parpol perlu disegarkan kembali, yakni bukan untuk kepentingan elite, melainkan bekerja dan berjuang untuk rakyat. Parpol harus sadar bahwa kekuatan utama mereka bukan terletak pada uang dan pengurus, melainkan pada rakyat. Tidak ada parpol yang menjadi besar dan kuat tanpa dukungan besar dari rakyat dalam pemilu.

Dalam konteks pemilu dan pilkada, parpol tidak boleh diposisikan sebagai pelengkap syarat administrasi atau kendaraan politik yang bisa dibeli mereka yang berkantong tebal. Parpol pasti membutuhkan uang untuk menggerakkan mesin politik. Namun, sebagai institusi politik, mereka tidak boleh tersandera oleh kekuatan modal di luar parpol.

Intinya, jangan biarkan stigma terkait dengan minimnya fungsi representasi parpol terus menggerus kepercayaan publik. Parpol harus kembali pada jati diri sebagai persemaian calon pemimpin daerah untuk kepentingan Barito Utara yang maju dimasa depan. ***(AM)

(Tulisan ini adalah sebuah opini sekaligus kegelisahan publik yang perlu menjadi refleksi partai politik di Barito Utara khususnya dan Kalimantan Tengah umumnya)

 

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page