Kasus Izin Tambang Pagun Taka di Barut yang Menyeret Haji Asran dkk Segera Disidang

redaksi
29 Mei 2025 17:20
2 menit membaca

MUARA TEWEH-Kasus izin tambang yang menyeret mantan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Barito Utara Haji Asran, Kepala Bidang Pertambangan Umum Distamben Barut Daud Danda dan Direktur Utama PT Pagun Taka, Iskandar akan segera disidangkan.

Kasus yang sempat menyita perhatian publik beberapa waktu lalu kini sudah memasuki babak baru yakni pelimpahan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan segera akan disidangkan di Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

“Saat ini sudah secara resmi diserahkan untuk nantinya akan dilaksanakan persidangan di Pengadilan tipikor Palangka raya,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kalteng Dodik Mahendra, Rabu (28/05).

Dalam kasus ini, para tersangka telah merugikan negara sebesar Rp5.842.855.000, berdasarkan penghitungan Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Tengah. Kepada mereka dijerat dengan pasal berlapis.

“Ketiganya dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” terangnya.

Dijelaskan Dodik bahwa perkara ini bermula setelah berlakunya UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 12 Januari 2009. Penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Namun, untuk mendapatkan IUP dengan cara menghindari proses lelang WIUP, PT Pagun Taka mengajukan permohonan pencadangan wilayah pertambangan.

Selanjutnya, Bupati Barito Utara saat itu mendisposisikan permohonan ke Dinas ESDM Batara, sehingga dibuatlah draft SK Bupati tentang Surat Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan yang diparaf Kepala Dinas ESDM Batara dan Kabid Pertambangan Umum hingga SK ditandatangani Bupati Barito Utara saat itu.

“Nomor surat dibuat dengan tanggal mundur sebelum UU RI Nomor 4 Tahun 2009 berlaku, sehingga terbitlah IUP PT Pagun Taka tanpa melalui proses lelang WIUP. Hal itu mengakibatkan negara kehilangan PNBP yang seharusnya didapatkan dari proses lelang. Disini jelas negara dirugikan,” terangnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum tersangka A, Henricho Fransiscust, mengatakan, kliennya terjerat hukum perkara itu hanya gara-gara paraf dan tidak menerima uang satu rupiah pun. Bahkan, paraf yang dilakukan kliennya terjadi selang kurang lebih dua tahun pascaberkas IUP diajukan.

”Paraf dilakukan klien kami pada saat tidak lagi menjabat sebagai Kadistamben, tapi menjabat Asisten III Setda,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, ketika itu datang seorang staf Distamben berinisial A menghadap kliennya membawa satu berkas untuk diparaf. (Tim/red)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page