MUARA TEWEH– Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Utara mengungkapkan bahwa sejumlah aset pembangunan, seperti jalan dan bangunan, secara legal-formal ternyata berada di dalam kawasan hutan. Temuan ini menjadi salah satu fokus utama dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Barito Utara dan jajaran eksekutif mengenai pelepasan kawasan hutan, Selasa (7/10).
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Barito Utara, M. Iman Topik, dalam pemaparannya menyebutkan, berdasarkan hasil overlay peta, teridentifikasi sejumlah aset daerah yang tumpang-tindih dengan kawasan hutan. Kondisi ini, menurutnya, menjadi tantangan serius bagi kelancaran pembangunan ke depan.
“Ini menjadi tantangan yang harus kami tangani bersama, karena untuk pelaksanaan pembangunan ke depan perlu ada penyelesaian dokumen sesuai ketentuan. Kami sudah beberapa kali berkoordinasi dengan Direktorat terkait di kementerian untuk mencari solusi, termasuk opsi pelepasan atau pemanfaatan kawasan,” tegas Iman Topik di hadapan pimpinan dan anggota DPRD, para camat, serta perwakilan SKPD.
RDP yang dipimpin Anggota DPRD Taufik Nugraha dan didampingi Haji Hasrat serta Haji Tajeri ini juga mengangkat detail komposisi tutupan lahan di Barito Utara. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 6627 Tahun 2021, total luas wilayah kabupaten ini adalah 998.770,62 hektar.
Komposisinya terbagi menjadi hutan lindung (4,37%), hutan produksi tetap (34,76%), hutan produksi terbatas (25,73%), hutan produksi konversi (15,74%), cagar alam (0,59%), Areal Penggunaan Lain (APL) 18,20%, dan badan air 0,79%.
Guna mendukung percepatan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan pembangunan, pemerintah daerah telah mengajukan usulan pelepasan kawasan hutan seluas 53.780 hektar kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk dikonversi menjadi APL tidak produktif.
“Kami masih menunggu tindak lanjut dari pemerintah pusat. Bila ada kekurangan dokumen atau data, tim teknis akan segera melengkapinya,” ujar Iman Topik menambahkan.
RDP ini merupakan tindak lanjut dari komitmen DPRD yang sebelumnya telah mengumumkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengawal proses pelepasan kawasan hutan. Pansus ditugaskan untuk memastikan proses berjalan transparan dan akuntabel, serta mendorong sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah.
Dengan adanya langkah strategis ini, diharapkan dapat tercipta kepastian hukum dalam pengelolaan ruang dan hutan, sehingga pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan lahan untuk kesejahteraan masyarakat dapat berjalan optimal tanpa mengabaikan aspek keberlanjutan lingkungan. (Old)
Tidak ada komentar